Mereka yang berjuang walau kesakitan
Sesuatu yang dipersatukan
Tuhan tak dapat dipisahkan manusia. Seringkali kita menyebutnya jodoh. Ketika
berlari, selalu tertuju ke arah yang sama. Ketika mencoba untuk pergi, selalu
kembali ke jalan yang sama. Semua berputar dan berotasi, konsep jodoh sendiri
semakin tereksplorasi. Katanya, jodoh berarti miliki banyak kesamaan. Katanya,
jodoh berkaitan dengan hilangnya perbedaan. Dan katanya lagi, jodoh adalah soal
memiliki seutuhnya. Jika itulah yang berarti jodoh, lantas bagaimana mereka
yang jelas-jelas berbeda?
Jatuh cinta menimbulkan
banyak rasa juga tanya. Ada yang bertemu, begitu mudah jatuh cinta, lalu
kemudian memiliki. Ada yang tak sengaja bertemu, menjalin persahabatan, lalu
saling mencintai. Ada lagi yang tak pernah rencanakan apapun, tapi tiba-tiba jatuh
cinta, namun terhalang untuk memiliki— karena perbedaan agama.
Pernahkan kita melirik
sedikit pada jiwa-jiwa yang jatuh cinta walau berbeda? Seberapa besarkah
perjuangan yang mereka lakukan hanya untuk merasakan jatuh cinta layaknya
pasangan normal lainnya? Mereka kadang terpojokkan, oleh perbedaan yang katanya
sulit disatukan; norma agama... sesuatu yang sudah menjadi patokan dan tak
mampu lagi ditawar. Mereka berbeda tapi masih berjuang, mereka temukan banyak
luka tapi berusaha tak terlihat kesakitan.
Ketika yang lain sibuk
mencumbu tanpa pernah mengerti arti cinta yang sesungguhnya, mereka sibuk
mengeja dan merapal doa yang sama; meskipun diucapkan dengan bahasa yang
berbeda. Dalam setiap sujud, dalam setiap lipatan tangan, dalam setiap sentuhan
Al-Quran, dan dalam setiap sentuhan Alkitab— mereka saling mendoakan, meskipun
tahu segalanya tak memungkinkan.
Segalanya terlewati dengan
cara yang berbeda, apakah salah mereka? Hingga dunia menatap mereka layaknya
penjahat kecil yang pasti bersalah dan tak berhak untuk membela diri. Apa salah
mereka, jika mereka sama-sama mengenal Tuhan walaupun memanggilNya dengan
panggilan berbeda?
Jika Tuhan inginkan sebuah
penyatuan, mengapa Dia ciptakan perbedaan? Apa gunanya cinta dan Bhinneka Tungga Ika jika semua hanya abadi dalam ucapan bibir semata?
0 komentar: